Ibuku hanya
memiliki satu mata, aku sangat membencinya !! karena dia sungguh membuatku
menjadi sangat malu berjalan dengannya. Dia bekerja menjadi pembantu yang
memasak buat para murid dan guru di sekolah lain di Medan untuk menopang
ekonomi keluarga kami setelah ayah meninggal dunia. Pernah suatu ketika saat
aku duduk di Sekolah Dasar dan ibuku dating hendak menjemputku, aku merasa
sangat malu bagaimana bias ia tega melakukan ini padaku ? aku membuang muka dan
berlari meninggalkannya saat bertemu dengannya. Keesokan harinya aku menjadi
bahan ejekan di Sekolah. “Ibumu bermata satu ??!? yeee ejek seorang teman”.
Akupun menjadi malu sekali dan berharap agar ibuku mati saja dan segera lenyap
dari muka bumi ini. Di rumah aku bertanya kepada ibuku “kenapa tadi engkau
menjemputku dan kenapa ibu hanya memiliki satu mata ? aku ini kan malu !!,.
kalau engkau hanya ingin aku menjadi bahan ejekan orang-orang, kenapa engkau
tidak segera mati saja..!!?? Ibuku tidak marah, ia hanya diam seribu bahasa
nyaris tanpa reaksi hanya setitik air mata sempat aku lihat di sudut matanya.
Aku merasa tidak enak hati, namun disaat yang sama aku harus mengatakan apa
yang ingin aku katakana selama ini, mungkin ini karena ibuku tidak pernah
menghukumku sejak kecil. Aku bahkan tidak berpikir kalau aku sangat melukai
perasaannya.
Pada suatu
malam aku terbangun dan hendak menuju ke dapur hendak mengambil minuman,
kulihat ibuku sedang shalat malam sambil menangis terisak-isak, mungkin ibu
khawatir tangisanya akan membuatku terbangun, sesaat aku tatap dia dan kemudian
aku pergi meninggalkanya, setelah aku melukai perasaanya, aku menjadi merasa
tidak enak hati, tapi segera aku lupakan. Walau demikian, aku tetap membenci
ibuku yang sedang shalat sambil menangis karena ia buta sebelah. Aku bertekad
untuk menjadi dewasa dan menjauh darinya biasa menjadi orang sukses dan segera
meninggalkan rumah aku tekun belajar dan mendapatkan beasiswa S1 dan S2 di
Australia dan tinggalkan ibuku sendirian, selama aku belajar di Australia tidak
pernah sekalipun aku pulang, telpon atau berkirim surat kepada ibuku, aku
menganggap ibuku sudah mati. Singkat cerita, setelah kuliah kemudian aku
bekerja di Multinasional Company di Jakarta, menikah dan membeli rumah yang elit
dengan jerih payahku. Akupun mempunyai anak-anak dan tinggal dengan bahagia
sebagai seorang eksekutif muda yang sukses. Aku menyukai hidupku kini karena
semua ini membuatku semakin melupakan ibuku.
Sampai suatu
ketika, seseorang wanita datang ke rumahku,,Hah…Apa,,?? Siapa ini kok seperti
peminta-minta ?! ternyata ia adalah ibuku sudah menua dan yang dating dengan
penampilan sederhana dan masih buta sebelah mata. Aku merasa seolah-olah langit
runtuh menerpaku, bahkan anak-anak ku lari ketakutan yang melihat ibuku buta
sebelah matanya. Aku pura-pura bertanya “Siapa kamu ??! aku tidak mengenalmu !!
kukatakan itu seolah-olah itu benar. Aku memakinya, “berani sekali kamu dating
ke rumahku dan menakut-nakuti anak-anakku !! KAMU PERGI KELUAR DARI SINI
SEKARANG JUGA !!. Ibuku hanya menjawab, “oh maafkan aku tuan, mungkin aku salah
alamat”. Kemudian ia berlalu dan hilang menjauh dari pandanganku. Oh syukurlah
dia tidak mengenaliku, aku lega dan kukatakan pada diriku aku tidak perlu
khawatir, dan aku melupakan kejadian itu.
Suatu hari,
sebuah undangan menghadiri Reuni SD-SMA ku di Medan, tempat aku dibesarkan,
jadi aku pergi pulang kampong untuk menghadiri acara tersebut, setelah
menghadiri reuni sekolah, aku mengunjungi sebuah gubuk tua yang dulu merupakan
rumahku, sekedar ingin tahu saja. Disana aku mendapati banyak orang dirumahku
dan aku segera masuk, kulihat ibuku baru meninggal dunia dikamarnya yang
sempit, dan kulihat dari sudut matanya seperti ada air mata bekas menangis, ia
masih memgang selembar surat di tangannya, Sebuah surat untukku.
“Anakku, aku
rasa hidupku cukup kini, dan aku merasa akan menemui almarhum ayahmu, tapi
apakah terlalu berlebihan bila aku mengharapkan engkau mengunjungiku
sekali-kali ?,,aku sangat merindukanmu..aku sangat gembira ketika aku dengar
dari orang-orang bahwa engkau dating pada reuni Sekolah, tapi aku memutuskan
untuk tidak dating menemuimu ke Sekolah, demi engkau agar tidak malu di hadapan
teman-temanmu, akupun menyayangkan aku hanya memiliki satu mata sehingga
membuatmu merasa sangat malu punya ibu sepertiku, tapi aku tidak punya pilihan.
Ketika engkau masih kecil, enkau mengalami kecelakaan dan kehilangan salah satu
matamu, sebagai ibu aku tidak bisa tinggal diam melihat engkau akan tumbuh
besar dengan satu mata. Jadi kuberikan salah satu mataku untukmu, aku sangat
bangga bisa melihatmu hidup dengan sempurna. Aku merasa cukup bias melihat
semua kebahagiaanmu, aku tidak bias membayangkan anaku hidup dengan satu mata,
aku tidak pernah marah dengan apa yang pernah engkau lakukan kepadaku,
sekalipun engkau sering memarahiku, aku hanya berfikir pada diriku ‘ini karena
engkau ingin mencintai ibu yang normal seperti anak-anak lain. Maafkan aku
Ibumu ya Nak,,” demikian isi surat ditangan ibuku.
Sahabat,
banyak hikmah yang bisa dipetik dari kisah di atas, betapa besar pengorbanan
ibunda kita sejak kita masih dalam kandungan,. Memang benar kata pepatah “Kasih
anak sepanjang galah, kasih ibu sepanjang jalan”
Sahabatku,
bagi anda yang ibundanya masih hidup, coba anda renungkan “Sudah berapa lamakah
anda tdak menelpon ibu anda ? sudah berapa lamakah anda tidak mengunjunginya
dan menghabiskan waktu untuk berbincang dengannya ? sudah berapa lamakah anda
tidak membelikannya baju dan makanan kesukaannya ?
Ditengah-tengah
aktivitas anda yang padat ini, boleh
jadi anda mempunyai beribu-ribu alasan untuk
meninggalkan ibu yang kesepian di rumah, kadang kala kita memang selalu
lupa alkan ibu kita yang mungkin merasa kesepian di rumah.
Sahabatku,
bagi anda yang kebetulan ibundanya sudah wafat, coba anda renungkan, “sudah
berapa lamakah anda tidak menzirahi makamnya,.? sudah berapa lamakah anda tidak
bersedah untuk almarhum ibu anda.,? sudah berapa lamakah anda tidak mengunjungi
kerabat dan sahabat ibu anda.,?
Dikala kita
masih mempunyai kesempatan untuk membalas budi baik ibunda kita, lakukanlah
yang terbaik, jangan sampai ada kata “MENYESAL” dikemudian hari. Allah SWT
berfirman “jika salah seorang diantara merekat telah berusia lanjut dalam
memeliharamu, maka sekali-kali jangan kamu mengatakan kepada keduanya perkataan
‘ah’, dan janganlah kamu membentak mereka, ucapkan kepada mereka perkataan yang
mulia. (Al-Isra : 23). Salah seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah SAW,
“apakah ukuran durhaka kepada orang tua ?” Rasulullah SAW menjawab “ketika
mereka menyuruh, ia tidak mematuhi mereka, ketika mereka meminta, ia tidak
memberikan mereka, jika ia memandang mereka ia tidak hormat kepadaa mereka
sebagaimana hak yang telah diwajibkan bagi mereka (Mustadrak Al-Wasail 15:
195)”
Rasulullah
SAW pernah bersabda kepada Ali bin Abi Thalib “wahai Ali, barangsiapa yang
membuat sedih kedua orang tuanya, maka ia telah durhaka kepada mereka
(Al-Wasail 21:389, Al-Faqih 4:371). Rasulullah SAW bersabda “Dosa besar yang
paling besar adalah syirik kepada Allah dan durhaka kepada kedua orang
tua..(Al-Mustadrak 17: 416)
Dalam hadits
Qudsi Allah SWT berfirman “Sesungguhnya yang pertama kali dicatat oleh Allah
swt di Lawhil Mahfuzh adalah kalimat : “aku adalah Allah, tiada tuhan kecuali
aku, barangsiapa yang diridhoi oleh kedua orang tuanya maka aku meridhoinya,
dan barang siapa yang dimurkai oleh keduanya, maka aku murka kepadanya (Jami’us
Sa’adat, 2:263)