MAKALAH
BELAJAR DAN PEMBELAJARAN KIMIA
TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK
DI SUSUN OLEH:
KIMIA SEMESTER IV
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN
IPA
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN MATARAM
2014
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kehadirat
Allah SWT yang telah menganugerahkan akal dan pikiran kepada manusia dan
menjadikan manusia sebagai makhluk yang berfikir, sehingga kita mampu mengemban
misi amanah kekhalifahan di dunia ini, serta menyelamatkan diri dan umat.
Shalawat dan salam semoga selalu
tercurah kepada Qudwah kita Nabi Muhammad saw yang telah membimbing manusia
menuju alam kedamaian, berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits, keluarga beliau,
sahabat-sahabat serta orang yang istiqamah mengikuti jalan mereka dengan ahsan.
Tidak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada bapak
mata kuliah Teori-Teori Pembelajaran yang telah memberikan kami kesempatan
untuk memyelesaikan dan mempersentasikan makalah yang berjudul Teori
Pembelajaran Behavioristik di hadapan teman-teman.
Makalah ini tidak dapat
terselesaikan tidak lain karena dari berbagai pihak, oleh karenanya kami
ucapkan banyak terima kasih kepada bapak Ratna Azizah M.Pd dan umumnya kepada
rekan-rekan yang telah membantu baik berupa moril maupun materil.
Kami menyadari dalam penyelesaian
makalah ini masih terdapat banyak kesalahan, oleh karenanya kritik dan saran
yang sifatnya membangun sangat kami harapkan dari berbagai pihak, untuk
memperbaiki segala kekurangannya.
Mataram, 08 April 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATAPENGANTAR ………………………………………………………...(ii)
DAFTAR ISI ………………………………………………………………....(iii)
BAB
I PENDAHULUAN ……………………………………………....1
BAB II PEMBAHASAN : TEORI
BELAJAR BEHAVIORISTIK
A.
Pengertian Teori Belajar Behavioristik
....................................................3
B.
Tokoh-Tokoh dan Pemikirannya terhadap Teori Belajar
Behavioristik..................
.....................................................................................6
a.
Thorndike : koneksionisme.
......................................................................6
b. Watson : Conditioning
................................................................................7
c. Edwin
Guthrie : Conditioning ....................................................................7
d. Skinner : Operant
conditioning .................................................................8
e. Pavlov : Classic
Conditioning ..................................................................9
C. Aplikasi teori behavioristik
dalam kegiatan pembelajaran...........................10
D. Tujuan Pembelajaran Behavioristik
............................................................12
E. Prinsip-prinsip teori Pembelajaran Behavioristik.........................................12
F. Belajar menurut teori behavioristik..............................................................13
G. Kelebihan
dan kekurangan dalam teori pembelajaran behavioristik...........14
a.
Kelebihan
..................................................................................................14
b.
Kekurangan
..............................................................................................14
H. Analisis
Tentang Teori Behavioristik .........................................................15
BAB III PENUTUP
..........................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA
.......................................................................................18
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Belajar merupakan
suatu proses usaha sadar yang dilakukan oleh individu untuk suatu perubahan
dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak memiliki sikap menjadi bersikap benar,
dari tidak terampil menjadi terampil melakukan sesuatu. Belajar tidak
hanya sekedar memetakan pengetahuan atau informasi yang disampaikan.
Namun bagaimana melibatkan individu secara aktif membuat atau pun
merevisi hasil belajar yang diterimanya menjadi suatu pengalamaan yang
bermanfaat bagi pribadinya. Pembelajaran merupakan suatu sistem yang
membantu individu belajar dan berinteraksi dengan sumber belajar dan
lingkungan.
Teori adalah
seperangkat azaz yang tersusun tentang kejadian-kejadian tertentu dalam dunia
nyata. Teori merupakan seperangkat preposisi yang didalamnya memuat tentang
ide, konsep, prosedur dan prinsip yang terdiri dari satu atau lebih variable
yang saling berhubungan satu sama lainnya dan dapat dipelajari, dianalisis dan
diuji serta dibuktikan kebenarannya. Dari dua pendapat diatas Teori
adalah seperangkat azaz tentang kejadian-kejadian yang didalamnnya memuat ide,
konsep, prosedur dan prinsip yang dapat dipelajari, dianalisis dan diuji
kebenarannya. Teori belajar adalah suatu teori yang di dalamnya
terdapat tata cara pengaplikasian kegiatan belajar mengajar antara guru dan
siswa, perancangan metode pembelajaran yang akan dilaksanakan di kelas maupun
di luar kelas.
Dalam menelaah
literatur psikologi, kita akan menemukan banyak teori belajar yang bersumber
dari aliran-aliran psikologi. Salah satunya adalah teori belajar behavioristik,
Teori belajar behavioristik menjelaskan belajar itu
adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara
konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulans) yang menimbulkan
hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik.
Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun
eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau
dampak, berupa reaksi titik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan
ikatan, asosiasi, sifat dan kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon).
Teori Behavioristik:
1.
Mementingkan faktor lingkungan
2.
Menekankan pada faktor bagian
3. Menekankan pada tingkah laku yang nampak dengan
mempergunakan metode obyektif.
4.
Sifatnya mekanis
5.
Mementingkan masa lalu
Kritik
terhadap behavioristik adalah pembelajaran siswa yang berpusat pada guru,
bersifat mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan
diukur. Kritik ini sangat tidak berdasar karena penggunaan teori behavioristik
mempunyai persyaratan tertentu sesuai dengan ciri yang
dimunculkannya. Tidak setiap mata pelajaran bisa memakai metode ini, sehingga
kejelian dan kepekaan guru pada situasi dan kondisi belajar sangat penting
untuk menerapkan kondisi behavioristik.
Metode
behavioristik ini sangat cocok untuk perolehan kemampaun yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang
mengandung unsur-unsur seperti : Kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek,
daya tahan dan sebagainya, contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik,
menari, menggunakan komputer, berenang, olahraga dan sebagainya. Teori ini juga
cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominasi peran
orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang
dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau puji.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan landasan diatas dapat
kami rumuskan permasalahan yang akan kita bahas sebagai berikut:
- Apa yang dimaksud dengan teori
belajar behavioristik?
- Bagaimana definisi belajar
menurut pandangan teori behavioristik?
- Apa saja kekurangan dan
kelebihan dari teori behavioristik?
- Bagaimana aplikasi teori behavioristik
dalam pembelajaran?
- Bagaimana tokoh-tokoh dan pemikirannya terhadap
teori belajar behavioristik?
- Apa
saja tujuan pembelajaran teori behavioristik?
- Bagaimanakah
prinsip-prinsip teori pembelajaran behavioristik?
- Bagaimanakah kita menganalisa
teori behavioristik?
C. Tujuan
- Mengerti
dan memahami mengenai teori pembelajara Behavioristik
- Mampu
mengkaji hakikat belajar menurut teori Behavioristik
- Mengetahui apa saja yang
menjadi kelemahan serta kelebihan teori Behavioristik
- Memahami
dan menjelaskan bagaimana penerapan teori Behavioristik dalam sistem
pembelajaran
- Memahami prinsip-prinsip teori
pembelajaran behavioristik
- Mengetahui tujuan pembelajaran
teori behavioristik
- Memahami dan mengetahui tokoh-tokoh dan pemikirannya terhadap teori
belajar behavioristik
- Mampu menganalisa teori behavioristik
BAB II
PEMBAHASAN
TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK
A. Teori Belajar Behavioristik
Teori behavioristik merupakan teori belajar yang lebih
menekankan pada perubahan tingkah laku serta sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Tokoh pelopor dari teori behavioristik adalah Thorndike, Watson, pavlov, Edwin Guthrie dan Skinner.
Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur
dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan,
mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan
mekanisme hasil belajar,mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang
diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Pada teori belajar ini
sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan
oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan.
Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara
reaksi-reaksi behavioural dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini
berpandapat bahwa tingkah laku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan
tingkah laku adalah hasil belajar.
Menurut teori ini yang terpenting adalah :
1.Koneksionisme
Koneksionisme (connectionism),
merupaakan rumpun yang paling awal dari teori behavioristik. Menurut teori ini
tingkah laku manusia tidak lain dari suatu hubungan stimulus-respons. Siapa
yang menguasai stimulus-respons sebanyak-banyaknya ialah orang yang pandai dan
berhasil dalam belajar. Pembentukan hubungan stimulus-respons dilakukan melalui
ulangan-ulangan.
Tokoh yang terkenal mengembangkan teori ini adalah
Thorndike (1874-1949), dengan eksperimentnya belajar pada binatang yang juga
berlaku bagi manusia yang disebut Thorndike dengan trial and error.
Thorndike menghasilkan belajar Connectionism karena belajar merupakan proses
pembentukan koneksi-koneksi atara stimulus dan respons Stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang
terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan atau hal-hal lain yang
dapat ditangkap melalui alat indra. Sedangkan respon yaitu reaksi yang dimunculkan
peserta didik ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran, perasaan atua
gerakan/tindakan. Thorndike mengemukakan tiga prinsip atau hukum dalam
belajar, yaitu:
1.
Law of readines, belajar akan berhasil bila peserta
didik memiliki kesiapan untuk melakukan kegiatan tersebut karena individu yang
siap untuk merespon akan menghasilkan hasil yang memuaskan.
2. Law of
exercise, belajar akan berhasil apabila banyak latihan serta mengulang apa yang
di dapat.
3. Law of
effect, belajar akan menjadi semangat apabila mengetahui dan mendapat hasil
yang baik.
2.Pengkondisian
Pengkondisian
(conditioning), merupakan perkembangan lanjut dari koneksionisme.
Teori ini didasari percobaan Ivan Pavlov (1849-1936) menggunakan obyek yaitu anjing. Secara singkat
adalah sebagai berikut: Seekor anjing yang telah dibedah sedemikian rupa,
sehingga saluran kelenjar ludahnya tersembul melalui pipinya, dimasukan kedalam
kamar gelap. Dikamar itu hanya ada sebuah lubang yang terletak di depan
moncongnya, tempat menyodorkan makanan atau menyorotkan cahaya pada waktu
diadakan percobaan. Pada moncongnya yang telah dibedah itu disambungkan sebuah
pipa yang dihubungkan dengan sebuah tabung diluar kamar. Dengan demikian dapat
diketahui keluar tidaknya air liur dari moncong anjing itu pada waktu diadakan
percobaan, alat-alat yang digunakan dalam percobaan itu antara lain makanan,
lampu senter, dan sebuah bunyi-bunyian.
Dari hasil
percobaan yang dilakukan dengan anjing itu Pavlov mendapat kesimpulan bahwa
gerakan-gerakan reflek itu dapat dipelajari, dapat berubah karena mendapat
latihan latihan, sehingga dari hasil ini ia membedakan 2 macam refleks, yaitu
refleks bawaan dan refleks hasil belajar. Sebenarnya hasil-hasil percobaan
Pavlov dalam hubungannya dengan belajar yang kita perlukan sekarang ini adalah
tidak begitu penting. Mungkin beberapa hal yang ada sangkut pautnya dengan
belajar yang perlu diperhatikan antara lain ialah bahwa dalam belajar perlu
adanya latihan-latihan dan kebiasaan-kebiasaan yang telah melekat pada diri
dapat mempengaruhi dan bahkan mengganggu proses belajar yang bersifat skill.
3.Penguatan
Penguatan (reinforcement), merupakan pengembangan lebih lanjut dari teori
pengkondisian. Jika pada teori pengkondisian (conditioning) yang diberi
kondisi adalah perangsangnya (stimulus), maka pada teori penguatan
(reinforcement) yang dikondisikan atau diperkuat adalah responsnya. Contohnya,
seorang anak yang belajar dengan giat dan dia dapat
menjawab semua pertanyaan dalam ulangan atau ujian, maka guru memberikan
penghargaan pada anak itu misal dengan nilai yang tinggi, pujian, atau hadiah.
Berkat pemberian penghargaan ini, maka anak itu akan belajar lebih rajin
dan lebih bersemangat lagi untuk mengulang agar mendapat penghargaan lagi.
4.
Operant conditioning
Operant conditioning, Tokoh utamanya adalah Skinner. Skinner memandang
bahwa teori Pavlov tentang reflek berhasrat hanya tempat untuk menyatakan
tingkah laku respon . tingkah laku respon yang terjadi dari suatu rangsangan.
Seperti
Pavlov, Thorndike, dan Watson, Skinner juga menyakini adanya pola hubungan
stimulus-respons. Tetapi berbeda dengan para pendahulunya, teori skinner lebih
menekankan pada perubahan prilaku yang dapat diamati dengan mengabaikan
kemungkinan yang terjadi dalam proses berfikir pada otak seseorang.
Menurut
Skinner, hubungan stimulus dan respons yang terjadi melalui interksi dalam
lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah
sesederhana yang digambarkan oleh tokoh-tokoh sebelumnya. Sebab, pada dasarnya
stimulus-stimulus yang diberikan kepada sesorang akan saling berinteraksi dan
interaksi antar stimulus tersebut akan mempengaruhi bentuk respon yang
diberikan.
Beberapa konsep yang
berhubungan dengan operant conditioning:
- Penguatan positif (positeve reinforcement),
ialah
penguatan yang menimbulkan kemungkinan untuk bertambah tingkah laku.
Contoh
seorang siswa yang mencapai prestasi tinggi diberikan hadiah maka dia akan
mengulangi prestasi itu dengan harapan dapat hadiah lagi. Penguatan
bisa berupa benda, penguatan sosial (pujian, sanjungan) atau token
(seperti nilai ujian).
- Penguatan negatif (negatif reinforcement), ialah penguatan
yang menimbulkan perasaan menyakitkan atau yang menimbulkan keadaan tidak
menyenangkan atau tidak mengenakan perasaan sehingga dapat mengurangi
terjadinya sesuatu tingkah laku. Contoh seorang siswa akan meninggalkan
kebiasaan terlambat mengumpulkan tugas/PR karena tidak tahan selalu
dicemooh oleh gurunya.
- Hukuman (Punishment), respons yang diberi konsekuensi
yang tidak menyenangkan atau menyakitkan akan membuat seseorang tertekan. Contoh seorang siswa yang tidak
mengerjakan PR tidak dibolehkan bermain bersama teman-temannya saat jam
istirahat sebagai bentuk hukuman.
Pandangan
teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari
semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap
perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti
Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan program-program
pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta
mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program
pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.
Pandangan
behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi
pebelajar, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan
ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan
pengalaman penguatan yang relatif sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran
berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda tingkat kesulitannya.
Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat
diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang
mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.
Teori
behavioristik juga cenderung mengarahkan pelajar untuk berfikir linier,
konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar
merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa pelajar menuju atau
mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik tidak bebas
berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang mempengaruhi proses
belajar, proses belajar tidak sekedar pembentukan atau shaping.
Skinner
dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan
digunakannya hukuman dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut
dengan penguat negatif (negative reinforcement) cenderung membatasi pelajar
untuk berpikir dan berimajinasi.
Skinner
lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif
tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus
diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang muncul berbeda dengan respon yang
sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar
respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang pebelajar perlu
dihukum karena melakukan kesalahan. Jika pebelajar tersebut masih saja
melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu tidak
mengenakkan pebelajar (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah
ditambah) dan pengurangan ini mendorong pebelajar untuk memperbaiki
kesalahannya, maka inilah yang disebut penguatan negatif. Lawan dari penguatan
negatif adalah penguatan positif (positive reinforcement). Keduanya bertujuan
untuk memperkuat respon. Namun bedanya adalah penguat positif menambah,
sedangkan penguat negatif adalah mengurangi agar memperkuat respons.
B. Tokoh-Tokoh dan Pemikirannya terhadap Teori Belajar Behavioristik.
a.
Thorndike : koneksionisme.
Thorndike adalah
seorang pendidik dan sekaligus psikolog berkebangsaan Amerika. Menurutnya,
belajar merupakan proses interaksi antara Stimulus (S) yang mungkin berupa
pikiran, perasaan atau gerakan dan Respon (R) yang juga berupa pikiran,
perasaan atau gerakan.
Stimulus adalah
perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan
organisme untuk beraksi/berbuat. Sedangkan respon adalah sembarang tingkah laku
yang dimunculkan karena adanya perangsang.
Dari percobaannya yang
terkenal (puzzle box) diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara
stimulus dan respon, perlu adanya kemampuan untuk memilih respon yang tepat
serta melalui usaha-usaha atau percobaan-percobaan (trial) dan
kegagalan-kegagalan (Error) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar dari
belajar adalah Trial and Error learning atau selecting and conecting
learning dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu
teori belajar yang dikemukakan oleh thorndike ini sering disebut teori belajar
koneksionisme atau asosiasi.
Edward L. Thorndike dalam teori connectionism dari Amerika Serikat,
menyatakan bahwa dasar dari belajar adalah asosiasi antara kesan panca indera
dan inplus untuk bertindak atau terjadinya hubungan antara stimulus dan respon
disebut Bond, sehingga dikenal dengan teori S – R Bond. Didalam belajar
terdapat dua hukum, yaitu hukum primer dan hukum sekunder.
Hukum primer terdiri dari :
1. Law of Readiness, yaitu kesiapan untuk
bertindak itu timbul karena penyesuaian diri dengan sekitarnya yang akan
memberikan kepuasan
2. Law of Exercise and Repetation, sesuatu itu akan sangat
kuat bila sering dilakukan diklat dan pengulangan
3. Law of Effect, yaitu perbuatan yang
diikuti dengan dampak atau pengaruh yang memuaskan cenderung ingin diulangi
lagi dan yang tidak mendatangkan kepuasan akan dilupakan.
Hukum sekunder terdiri dari :
1. Law of Multiple Response, yaitu sesuatu yang
dilakukan dengan variasi uji coba dalam menghadapi situasi problematis, maka
salah satunya akan berhasil juga.
2. Law of Assimilation, yaitu orang yang mudah
menyesuaikan diri dengan situasi baru, asal situasi itu ada unsur bersamaan
3. Law of Partial Activity, seseorang dapat beraksi
secara selektif terhadap kemungkinan yang ada di dalam situasi tertentu.
b. Watson : Conditioning
Watson mendefinisikan
belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan
respon yang dimaksud harus dapat di amati (observable) dan dapat di
ukur. Jadi meskipun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri
seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai
hal yang tidak perlu di perhitungkan karena tidak dapat diamati.
Watson adalah seorang
behaviorist murni, karena kajianya tentang belajar disejajarkan dengan
ilmu-ilmu lain seperti fisika atau biologi yang sangat berorientasi pada
pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur. Hanya
dengan asumsi seperti itulah – menurut watson - kita dapat meramalkan
perubahan apa yang bakal terjadi pada siswa.
c. Edwin Guthrie : Conditioning.
Azas belajar guthrie
yang utama adalah hukum kontinguity. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang
disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh
gerakan yang sama. Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus respon
untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan
terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon
lain yang dapat terjadi. Penguatan hanya sekedar melindungi hasil belajar yang
baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru.
Teori guthrie ini mengatakan
bahwa hubungan stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karenanya dalam
kegiatan belajar, peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar
hubungan stumulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga
percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam
proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah
tingkah laku seseorang.
d. Skinner : Operant
conditioning
Skinner adalah seorang
yang berkebangsaan Amerika yang dikenal sebagai seorang tokoh behavioris yang
meyakini bahwa perilaku individu dikontrol melalui proses operant
conditioning dimana seseorang dapat mengontrol tingkah laku organisme
melalui pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan yang relatif
besar.
Menagement kelas
menurut skinner adalah berupa usaha untuk memodifikasi perilaku antara lain
dengan proses penguatan yaitu memberi penghargaan pada perilaku yang diinginkan
dan tidak memberi imbalan apapun pada perilaku yang tidak tepat. Operant
Conditioning adalah suatu proses perilaku operant (penguatan positif atau
negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau
menghilang sesuai dengan keinginan.
Teori belajar behavioristik ini telah lama dianut oleh para guru dan
pendidik, namun dari semua pendukuung teori ini, teori Skinnerlah yang paling
besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar Behavioristik.
Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, pembelajaran berprogram,
modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan
stimulus-respons serta mementingkan faktor-fktor penguat merupakan
program-program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan
oleh skinner.
Menurut skinner –
berdasarkan percobaanya terhadap tikus dan burung merpati – unsur terpenting
dalam belajar adalah penguatan. Maksudnya adalah penguatan yang terbentuk
melalui ikatan stimulus respond akan semakin kuat bila diberi penguatan (
penguatan positif dan penguatan negatif).
Bentuk penguatan
positif berupa hadiah, perilaku, atau penghargaan. Sedangkan bentuk penguatan
negatif adalah antara lain menunda atau tidak memberi penghargaan, memberikan
tugas tambahan, atau menunjukkan perilaku tidak senang.
Skinner tidak percaya
pada asumsi yang dikemukakan guthrie bahwa hukuman memegang peranan penting
dalam proses pelajar. Hal tersebut dikarenakan menurut skinner :
1. Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara
2. Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari
jiwa terhukum) bila hukuman berlangsung lama
3. Hukuman mendorong si terhukum mencari cara lain (meskipun salah dan buruk)
agar ia terbebas dari hukuman
4. Hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala
lebih buruk dari pada kesalahan pertama yang diperbuatnya. Skinner lebih
percaya dengan apa yang disebut penguatan baik negatif maupun positif.
e. Pavlov : Classic Conditioning
Dalam pemikiranya
Pavlov berasumsi bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu,
perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang diinginkan. Berangkat
dari asumsi tersebut Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang
(anjing) karena ia menganggap binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun
demikian, dengan segala kelebihanya secara hakiki, manusia berbeda dengan
binatang.
Pavlov mengadakan
percobaan dengan cara mengadakan operasi leher pada seekor anjing. Sehingga
keluar kelenjar air liurnya dari luar. Apabila diperlihatkan sesuatu makanan,
maka akan keluar air liur anjing tersebut. Kemudian dalam percobaan berikutya
sebelum makanan diperlihatkan, diperlihatkanlah sinar merah terlebih
dahulu, kemudian baru makanan. Dengan sendirinya air liurpun akan keluar pula.
Apabila perbuatan demikian di lakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika
dengan hanya memperlihatkan sinar merah saja tanpa makanan maka air liurpun
akan keluar pula.
Makanan adalah rangsangan
wajar, sedangkan merah rangsangan buatan. Ternyata kalau perbuatan yang
demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan menimbulkan
syarat (kondisi) untuk timbulnya air liur pada anjing tersebut. Dari eksperimen
tersebut, setelah pengkondisian atau pembiasaan, dapat di ketahui bahwa daging
yang menjadi stimulus alami dapat di gantikan oleh sinar merah sebagai stimulus
yang dikondisikan (conditioned stimulus).
Ketika sinar merah di nyalakan ternyata air liur anjing keluar sebagai
respon-nya. Pavlov berpendapat bahwa kelenjar-kelenjar yang lainpun dapat
dilatih sebagaimana tersebut.
Apakah situasi ini bisa
diterapkan pada manusia? Ternyata dalam kehidupan sehari-hari ada situasi yang
sama pada anjing. Sebagai contoh, suara lagu dari penjual es creem Walls yang
berkeliking dari rumah kerumah. Awalnya mingkin suara itu asing, tetapi setelah
si penjual es creem sering lewat, maka nada lagu tersebut bisa menerbitkan air
liur.
Dari contoh tersebut
dapat diketahui bahwa dengan menerapkan strategi pavlov ternyata individu dapat
dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat
untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak
menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.
C. Aplikasi Teori Behavioristik
dalam Kegiatan Pembelajaran
Aplikasi teori
behavioristik dalam kegiatan pembelajaran yaitu karena memandang
pengetahuan adalah objektif, pasti, tetap dan tidak berubah pengetahuan
disusun dengan rapi sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan
mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowladge) kepada
orang yang belajar. Fungsi pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan
yang sudah ada melalui proses berfikir yang dapat dianalisis dan dipilih,
sehingga makna yang dihasilkan dari proses berfikir seperti ini ditentukan oleh
karakteristik struktur pengetahuan tersebut.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu
jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam
belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa
respon.
Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya
terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga
kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya
perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model
hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu
yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau
pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan
reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman. Secara umum
langkah-langkah pembelajaran yang berpijak pada teori behavioristik yang
dikemukakan oleh Sociati dan Prasetya Irawan (2001) dapat digunakan dalam
merancang pembelajaran, langkah-langkah pembelajara tersebut antara lain :
1.
Menentukan
tujuan-tujuan pembelajaran
2.
Menganalisis
lingkungan kelas yang ada saat ini termasuk mengidentifikasi pengetahuan awal
siswa.
3.
Menentukan
materi pembelajaran
4.
Memecah
materi pembelajaran menjadi bagian kecil-kecil, meliputi pokok bahasan, sub
pokok bahasan, topik dsb
5.
Menyajikan
materi pembelajaran
6.
Memberikan
stimulus, dapat berupa, pertanyaan baik lisan maupu tertulis, tes atau kuis,
latihan atau tugas-tugas
7.
Mengamati
dan mengkaji respon yang diberikan siswa
8.
Memberikan
penguatan atau reinforcement (mungkin penguatan positif ataupun penguatan
negatif), ataupun hukuman
9.
Memberikan
stimulus baru
10. Memberikan
penguatan lanjutan atau hukuman
11.
Evaluasi
belajar
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan
pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat
materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran
yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik
memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah.
Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan
pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of
knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind atau pikiran
adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses
berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari
proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan
tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap
pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru
itulah yang harus dipahami oleh murid.
Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap
sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari
pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang
terstruktur dengan menggunakan standar-standar tertentu dalam proses
pembelajaran yang harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam proses
evaluasi belajar pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat
diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam
proses evaluasi.
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses
pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar
untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri.
Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam
menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau
robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi
yang ada pada diri mereka.
Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan
telah terstruktur rapi dan teratur, maka pebelajar atau orang yang belajar
harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu
secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar,
sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin.
Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan
sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan
dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga,
ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Pebelajar
atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga
kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar.
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik
ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas
“mimetic”, yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang
sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau
materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi
fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti
urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak
didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan
mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan
evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan
secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil
belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila pebelajar menjawab secara
“benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa pebelajar telah
menyelesaikan tugas belajarnya.
Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah
dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan
pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan pebelajar secara
individual.
D. Tujuan Pembelajaran Behavioristik
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan
pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagai aktivitas mimetic, yang
menuntut pembelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah
dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi
pelajaran menekankan pada ketrampilan yang terisolasi atau akumulasi fakta
mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan.
1. Berkomunikasi
atau transfer prilaku adalah pengambaran pengetahuan dan kecakapan peserta
didik (tidak mempertimbangkan proses mental
2. Pengajaran
adalah untuk memperoleh keinginan respon dari peserta didik yang dimunculkan
dari stimulus
3. Peserta
didik harus mengenali bagaimana mendapatkan respon sebaik mungkin pada kondisi
respon diciptakan.
Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat,
sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib
dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku
wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan
secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil
belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila pebelajar menjawab secara
benar sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa pebelajar telah
menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang
terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai
kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan pebelajar
secara individual.
E. Prinsip-prinsip
teori Pembelajaran Behavioristik
Dalam pembelajaran behaviorisme pembelajaran
merupakan penguasan respons (Acquisition of responses) dari lingkungan yang
dikondisikan. Peserta didik haruslah melihat situasi dan kondisi apa yang yang
menjadi bahan pembelajaran.
Berikut ini adalah prinsip-prinsip pembelajaran
behavioristik Menekankan pada pengaruh lingkungan terhadap perubahan perilaku.
1.
Mengunakan prinsip penguatan, yaitu untuk
menidentifikasi aspek paling diperlukan dalam pembelajaran untuk mengarahkan
kondisi agar peserta didik dapat mencapai peningkatan yang diharapkan dalam
tujuan pembelajaran.
2.
Menidentifikasi karakteristik peserta didik,
untuk menetapkan pencapaian tujuan pembelajaran.
3.
Lebih menekankan pada hasil belajar daripada
proses pembelajaran.
Dan Skinner juga memuat dalam bukunya tentang
prinsip-prinsip behavioristik, berikut ini prinsip yang dikemukakan oleh
skinner dalam bukunya yang berjudul The
Behavior of Organism.
Beberapa prinsip Skinner:
1) Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah
dibetulkan, jika benar
diberi penguat.
2) Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
3) Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
4) Dalam proses pembelajaran, tidak digunkan hukuman. Untuk itu lingkungan
perlu diubah, untukmenghindari adanya hukuman.
5) dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktifitas sendiri.
6) Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebaiknya hadiah
diberikan dengan digunakannya jadwal variabel Rasio rein forcer.
7)
Dalam
pembelajaran digunakan shaping.
F. Belajar Menurut Teori Behavioristik
Menurut
teori belajar behavioristik, belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku
sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata
lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal
kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil dari
interaksi stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar apabila ia bisa
menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Contoh, seorang anak mampu berhitung
penjumlahan dan pengurangan, meskipun dia belajar dengan giat tetapi dia masih
belum bisa mempraktekkan penjumlahannya, maka ia belum bisa dikatakan belajar
karena ia belum menunjukkan perubahan tingkah laku sebagai hasil dari belajar.
Dalam teori Behavioristik, yang terpenting itu adalah
masukan atau input yang berupa stimulus serta output yang berupa
respon. Apa yang terjadi diantara stimulus dan respon dianggap tidaklah penting
karena tidak dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran sebab
dengan pengukuran kita akan melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku
tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting bagi teori ini
adalah penguatan (reinforcement). Penguatan adalah apa saja yang dapat
memperkuat respon. Jika penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka
respon akan semakin kuat, begitu juga penguatan dikurangi (negative
reinforcement) respon akan tetap dikuatkan. Misal jika peserta didik diberi
tugas oleh guru, ketika tugasnya ditambahkan, maka ia akan lebih giat
belajarnya (positive reinforcement). Apabila tugas-tugas dikurangi justru akan
meningkatkan aktifitas belajarnya (negative reinforcement). Jadi penguatan
merupakan suatu bentuk stimulus yang penting diberikan (ditambah) atau
dihilangkan (dikurang) untuk memungkinkan mendapat respon.
Pada dasarnya para penganut aliran behavioristik
setuju dengan pengertian belajar diatas, namun ada beberapa perbedaan pendapat
diantara mereka.
G. Kelebihan serta Kekurangan Teori
Behavioristik
a. Kelebihan
Teori Behavioristik
·
Membisakan guru untuk bersikap jeli dan peka terhadap
situasi dan kondisi belajar.
·
Guru tidak membiasakan memberikan ceramah sehingga
murid dibiasakan belajar mandiri. Jika murid menemukan kesulitan baru
ditanyakan pada guru yang bersangkutan.
·
Mampu membentuk suatu prilaku yang diinginkan
mendapatkan pengakuan positif dan prilaku yang kurang sesuai mendapat
penghargaan negative yang didasari pada prilaku yang tampak.
·
Dengan melalui pengulangan dan pelatihan yang
berkesinambungan, dapat mengoptimalkan bakat dan kecerdasan siswa yang sudah
terbentuk sebelumnya. Jika anak sudha mahir dalam satu bidang tertentu, akan
lebih dapat dikuatkan lagi dengan pembiasaan dan pengulangan yang
berkesinambungan tersebut dan lebih optimal.
·
Bahan pelajaran yang telah disusun hierarkis dari yang
sederhana sampai pada yang kompleks dengan tujuan pembelajaran dibagi dalam
bagian-bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu ketrampilan tertentu
mampu menghasilakan suatu prilaku yang konsisten terhadap bidang tertentu.
·
Dapat mengganti stimulus yang satu dengan stimuls yang
lainnya dan seterusnya sampai respons yang diinginkan muncul.
·
Teori ini cocok untuk memperoleh kemampuan yang
membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsure-unsur kecepatan,
spontanitas, dan daya tahan.
·
Teori behavioristik juga cocok diterapakan untuk anak
yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus
dibiasakan, suka meniru, dan suka dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung.
b. . Kekurangan
Teori Behavioristik
·
Sebuah konsekwensi untuk menyusun bahan pelajaran
dalam bentuk yang sudah siap.
·
Tidak setiap pelajaran dapat menggunakan metode ini.
·
Murid berperan sebagai pendengar dalam prses
pembelajaran dan menghafalkan apa di dengar dan di pandang sebagai cara belajar
yang efektif.
·
Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para
tokoh behavioristik justru dianggap sebagai metode yang paling efektif untuk
menertibkan siswa.
·
Murid dipandang pasif, perlu motifasi dari luar, dan
sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan oleh guru.
·
Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelsan dari
guru dan mendengarkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang
efektif sehingga inisiatf siswa terhadap suatu permasalahan yang muncul secara
temporer tidak bisa diselesaikan oleh siswa.
·
Cenderung mengarahakan siswa untuk berfikir linier,
konvergen, tidak kreatif, tidak produktif, dan menundukkan siswa sebagai
individu yang pasif.
·
Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru(teacher
cenceredlearning) bersifat mekanistik dan hanya berorientasi pada hasil yang
dapat diamati dan diukur.
·
Penerapan metode yang salah dalam pembelajaran
mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang tidak menyenangkan bagi
siswa, yaitu guru sebagai center, otoriter, komunikasi berlangsung satu arah,
guru melatih, dan menentukan apa yang harus dipelajari murid.
H. Analisis Tentang Teori Behavioristik
Kaum behavioris menjelaskan
bahwa belajar adalah sebagai suatu proses perubahan tingkah laku. Reinforcement dan punishment sebagai stimulus untuk merangsang pembelajar dalam
berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya
merencanakan kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian
kecil yang ditandai dengan suatu keterampilan tertentu. Bagian-bagian tersebut
disusun secara hirarki, dari yang sederhana sampai yang komplek.
Pandangan teori
behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Diantara teori tersebut, teori Skinnerlah yang
paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik.
Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran
berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada
konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement),
merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan
Skiner.
Skinner dan tokoh-tokoh
lain pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan digunakannya
hukuman dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat
negatif (negative reinforcement) cenderung membatasi pembelajar untuk
berpikir dan berimajinasi.
Menurut Guthrie hukuman
memegang peranan penting dalam proses belajar. Namun ada beberapa alasan
mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie, yaitu:
1.
Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara;
2.
Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari
jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama;
3.
Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari cara lain (meskipun salah
dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat
mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk
daripada kesalahan yang diperbuatnya.
Skinner lebih percaya
kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak sama
dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan
(sebagai stimulus) agar respon yang muncul berbeda dengan respon yang sudah
ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon
yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang pebelajar perlu dihukum
karena melakukan kesalahan.
Jika pebelajar tersebut
masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika
sesuatu tidak mengenakkan pebelajar (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi
(bukan malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong pebelajar untuk
memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut penguatan negatif.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan maslah yang kita bahas,
dapat diambil kesimpulan:
- Teori behavioristik merupakan
teori belajar yang lebih menekankan pada perubahan tingkah laku serta sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan
respon.
- Teori behaviristik terdiri dari
dari 4 landasan: koneksionisme, pengkondisian, penguatan, dan Operant
conditioning.
- Menurut teori belajar behavioristik, belajar
merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai akibat dari
interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang
dianggap telah belajar apabila ia bisa menunjukkan perubahan tingkah
lakunya.
- Aplikasi
teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa
hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar,
media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.
5.
Tokoh-Tokoh dan Pemikirannya terhadap Teori Belajar Behavioristik yaitu Thorndike, Watson, pavlov, Edwin Guthrie dan Skinner.
6.
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik
ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagai aktivitas
mimetic, yang menuntut pembelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang
sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes.
7.
prinsip-prinsip pembelajaran behavioristik Menekankan pada pengaruh lingkungan
terhadap perubahan perilaku
8.
Pada teori belajar behavioristik terdapat kelebihan dan kekurangannya.
B. Saran
Kita sebagai
calon guru harusnya mampu mendidik para peserta didik kita dengan baik, dengan
metode serta teori yang tepat sehingga proses belajar mengajar berjalan dengan
baik. Oleh karena itu pelajarilah teori-teori pembelajaran yang ada agar kita
mampu menemukan kecocokan dalam metode mengajar yang tepat.
DAFTAR
PUSTAKA
Budinungsih, C.
Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
http://aguswedi.blogspot.com
http://rhazhie.blogspot.com
Sagala, Syaiful.
2011. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Yulaelawati,
Ella. 2007. Kurikulum dan Pembelajaran Filosofi, Teori dan Aplikasi.
Jakarta: Pakar Raya
Bambang warsita, Teknologi pembelajaran, Rineka cipta, Thn. 2008.
Hal. 88
Skinner, The Behavior of Organism. 1989. Hal. 65
Tidak ada komentar:
Posting Komentar